Apa itu PP Postel Cial? Regulasi untuk menciptakan kompetisi TIK masih perlu kritik
PBulan ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang pos, telekomunikasi, dan penyiaran. Peraturan yang juga dikenal dengan PP Postelsiar ini merupakan kelanjutan dari UU 11/2020 tentang Penciptaan Lapangan Kerja di Sektor TIK.
Sehubungan dengan terbitnya PP Postelsiar, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengatakan regulasi membuka peluang seluas-luasnya bagi para pelaku usaha dengan menciptakan kerjasama yang adil.
Tampaknya penerbitan PP ini mengikuti tren dan mengantisipasi perkembangan teknologi. PP Postelsiar menjawab tantangan dalam menyediakan layanan konten (over the top), bisnis pos dan telekomunikasi, menggunakan spektrum frekuensi radio, dan migrasi televisi digital.
“Ini untuk menjalin kemitraan berdasarkan prinsip adil, rasional dan non-diskriminatif serta menjaga kualitas pelayanan,” kata Johnny (23/2).
Baca juga: 7 Hal Yang Harus Kamu Ketahui Tentang Aturan Verifikasi IMEI Indonesia
Angin perubahan yang dibawa oleh PP Postelsiar
Ilustrasi (Foto: pexels/jéshoots) Pengamat TIK pun banyak yang memberikan komentar beragam terkait terbitnya PP Postelsiar. Hell Study, direktur ICT Institute, mengatakan masyarakat Indonesia aktif menggunakan internet dan media sosial melalui berbagai perangkat. Pada awal tahun 2021, ICT Institute menyatakan ada 345,3 juta perangkat (koneksi seluler) yang digunakan masyarakat Indonesia. Itu 125,6% dari total populasi 274,9 juta.
“Internet Indonesia digunakan oleh setidaknya 202,6 juta orang dan 170 juta juga pengguna aktif media sosial. Orang Indonesia juga pengguna aktif video, vlog, streaming musik, podcast, komunikasi, browsing berita, dll. berbagai tujuan,” ujar Neraka dalam webinar bertajuk “Menuju Persaingan Sehat di Industri TIK Postelsiar Pasca PP” (24/3)).
Tak heran jika banyak layanan OTT, terutama media sosial, yang umum digunakan. Menurut Heru, perubahan gaya hidup ini membutuhkan infrastruktur TIK yang tepat yang dibangun oleh operator.
Oleh karena itu, Heru berharap PPPostelsiar dapat menjamin kenyamanan operator yang bekerjasama dalam penggunaan spektrum frekuensi radio. Hal ini membuat pembangunan infrastruktur lebih hemat biaya, memperluas area layanan, dan membuat layanan telekomunikasi lebih terjangkau.
Sementara itu, Doni Ismanto, pendiri IndoTelko Forum dan Staf Khusus Bidang Media dan Humas Kementerian Kelautan dan Perikanan, meyakini UU Cipta Kerja dan diundangkannya PP Postelsiar akan membawa perubahan dunia bagi industri TIK. …
Baik UU Ciptaker maupun PP Postelsiar memungkinkan Anda melakukan apa yang sebelumnya tabu bagi operator. Anda dapat berbagi jaringan, menggunakan frekuensi 700 MHz untuk broadband seluler, dan banyak lagi. Selain itu, PP Postelsiar menjamin kepastian hukum mengenai analog switch-off dan memberikan sinyal untuk kontrak over-the-top (OTT) di Indonesia.
Menciptakan budaya persaingan usaha
Muhammad Lidowan Efendi, Direktur Eksekutif Pusat Penelitian dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan Menteri Telekomunikasi dan Informatika dalam menciptakan lingkungan persaingan bisnis yang sehat diamanatkan oleh PP Postelsiar mengatakan, peran tersebut sangat penting.
“Penting untuk diingat bahwa kerja sama penggunaan infrastruktur aktif bisa dilakukan antar operator, tetapi jangan sampai menimbulkan persaingan tidak sehat seperti yang dilakukan oleh operator pesaing di pasar yang sama. Hmm,” kata Ridwan.
Berdasarkan hal tersebut, mantan Komisioner BRTI tersebut memberikan beberapa rekomendasi kepada Pemerintah dalam menyusun peraturan menteri untuk memandu PP Postelsiar.
“Untuk menghindari persaingan usaha tidak sehat sebelum kerjasama pemanfaatan infrastruktur dilaksanakan, diperlukan peran menteri untuk menyetujui. Permen tersebut juga melarang praktik roaming domestik, 5G dan GSM-R. Roaming harus dilarang kecuali untuk teknologi baru seperti ,” jelasnya.
Kelemahan PP Postelsiar
Kamilov Sagala, direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI), menyoroti beberapa kelemahan PP Postelsiar terhadap perjanjian bisnis OTT asing. “Belum ada pajak digital. Ini keuntungan nyata bagi OTT untuk beroperasi di pasar Indonesia yang besar. Bangsa ini akan kalah dengan aliran devisa yang keluar,” kata Kamilov.
Menurut Kamilov, pemerintah dan regulator perlu secara konsisten menyelamatkan industri dalam negeri dan konsumennya.
“Dengan tidak adanya BRTI, Cominfo sebagai satu-satunya penguasa tidak bisa menjadi otoriter. Kita perlu membangun hubungan dengan asosiasi telekomunikasi yang menghargai pembangunan industri dan perlindungan sosial,” katanya.
Penerbitan PP Postelsiar juga menjadi catatan Badan Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Wakil Ketua KPPU Guntur Shaptra Saragi mengaku mengapresiasi payung hukum yang dikeluarkan pemerintah.
Namun, Guntur mengatakan PP Postelsiar perlu memperhatikan beberapa hal agar para pelaku industri telekomunikasi benar-benar dapat bersaing dalam bisnis yang sehat.
Pertama, sehubungan dengan Pasal 30 (2) PP Postelsiar, Menteri menyatakan bahwa batas atas dan/atau batas bawah usaha telekomunikasi dapat ditetapkan dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan persaingan usaha yang sehat.
“Untungnya, paragraf ini menyatakan bahwa kita dapat menetapkan harga, tetapi apakah benar-benar ada kegagalan pasar sehingga regulator harus turun tangan untuk menetapkan tarif? Kami berharap penetapan harga perlu melihat tidak hanya dari perspektif menjaga keberlanjutan operator pesaing, tetapi juga dari sudut pandang masyarakat.”
Kedua, terkait dengan situasi dimana kondisi persaingan yang sehat antara operator dan OTT asing tidak terpenuhi.
Pasal 15 PP Postelsiar melakukan kegiatan usaha dengan pengguna di wilayah Indonesia melalui Internet secara wajar dalam melakukan kerjasama usaha dengan penyelenggara jaringan komunikasi dan/atau penyelenggara jasa komunikasi yang menyatakan akan dilakukan. Kami berpegang pada prinsip-prinsip rasional dan non-diskriminatif serta menjaga kualitas layanan sesuai dengan ketentuan hukum.
“Secara kasar, menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Eksklusif dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU hanya dapat mengajukan gugatan terhadap perusahaan yang badan hukumnya berada di dalam negeri. Dapat menimbulkan pelanggaran persaingan, misalnya karena masalah perpajakan. Namun karena OTT berada di luar negeri, sulit bagi KPPU untuk mengkonfirmasi hal ini dan kami memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan di luar wilayah. Tidak ada yang seperti itu,” ujarnya.
Ketiga, KPPU juga mendapat perhatian terkait transfer frekuensi antar entitas yang tidak perlu lagi dikembalikan ke negara.
“Penggabungan semua perusahaan harus menyampaikan pemberitahuan kepada KPPU untuk melihat dampaknya dari aspek persaingan usaha. Namun undang-undang mengharuskan pemberitahuan itu diberikan setelah merger, bukan sebelum merger. Jadi kalau KPPU menolak merger, itu lain soal,” jelasnya.
Post a Comment for "Apa itu PP Postel Cial? Regulasi untuk menciptakan kompetisi TIK masih perlu kritik"